Cursor

Valentine's Day Pumping Heart"var colours=new Array

Friday, February 7, 2014

Serial Perang yang Mengubah China: Perang Ju Lu

Perang Ju Lu adalah sebuah pertempuran menentukan dalam menghancurkan kekuatan pasukan Negeri Qin pada zaman akhir Dinasti Qin, juga adalah salah satu perang dimana pasukan dengan jumlah lebih sedikit dapat mengalahkan pasukan jumlah besar yang terkenal di dalam sejarah.

Pada 208 SM, sesudah Jenderal Zhanghan dari Qin berhasil menumpas pemberontakan Chen Sheng dan Wu Guang, ditambah lagi mengalahkan pasukan Wei di Linji dan mengalahkan pasukan Negeri Chu di Dingtao. Pada perang Dingtao, Xiang-liang mati terbunuh, Zhanghan berpendapat pasukan andalan Negeri Chu telah dimusnahkan maka Chu tak layak lagi dipertimbangkan, itulah mengapa ia mengarahkan pasukannya ke utara, berbelok dan menggempur Negeri Zhao, dengan hasil Raja Zhao beserta 200.000 pasukannya terkepung di Ju Lu (Kini daerah barat daya Bingxiang-Hebei).

Pada bulan 12, Xiang Yi memimpin sendiri pasukannya menyeberangi sungai dan ia memerintahkan semua serdadunya untuk menghancurkan semua peralatan masak dan menenggelamkan armada perahu serta setiap orang hanya diperbolehkan membawa makanan kering jatah untuk 3 hari sebagai kebulatan tekad untuk bertempur sampai mati.
Kekuatan Negeri Zhao kecil dan lemah, tentu tidak berani berhadapan langsung, maka mereka mengutus duta khusus untuk memohon pertolongan Negeri Chu. Meski Chu baru saja terkalahkan di Perang Dingtao dan belum pulih kekuatannya, namun apabila tidak menyelamatkan Zhao, kemungkinan Negeri Qin dengan lebih mudah menghajar pihak yang menentang hegemoni Qin. Maka itu, Negeri Chu mengirim pasukan untuk menolong Zhao. Raja Chu (Huaihuang) mengutus Song Yi sebagai jenderal, Xiang Yu dan Fancheng sebagai wakilnya dan memimpin pasukan berangkat ke Ju Lu.

Pasukan Song Yi ketika berjalan sampai di Anyang (kini di dekat Caoxian - Provinsi Shandong), tiba-tiba ia mengubah niatan semula dan menancapkan kemah markas di tempat tersebut. Strategi Song Yi tak lain tak bukan ialah agar Qin dan Zhao saling bertarung sedangkan Chu bisa menunggu peluang ketika keluar salah satu pemenang. Waktu berlalu satu setengah bulan, Xiang Yu, si jenderal tingkat 2 melihat Song Yi, ia mengusulkan pasukan Chu menyerang.

Xiang Liang yang gugur di perang Ding Tao adalah paman Xiang Yu, demi membalas dendam ia ingin cepat-cepat menggempur pasukan Qin. Tentu saja, strategi perangnya juga beralasan, ia mengatakan:

"Pengepungan Qin terhadap Zhao lebih gawat, seharusnya segera mengerahkan pasukan menyeberangi sungai. Chu menyerang dari luar, Zhao bergerak dari dalam, pasti bisa mengalahkan pasukan Qin." Akan tetapi Song Yi tidak menerima usulan Xiang Yu, selain mengejeknya hanya berotot tapi tak berakal, ia juga memberi perintah bahwa di dalam pasukan apabila ada yang "segarang harimau, seganas serigala, kuat tapi tak bisa diatur, harus dihukum pancung!"

Xiang Yi melihat perintah ini sebenarnya ditujukan kepada dirinya, ia merasa putus asa dan marah atas kebijakan dan kelakuan Song Yi, maka ia membunuh Song Yi. Setelah Song Yi tewas, Chu Huaihuang lantas mengangkat Xiang Yi sebagai panglima dan memimpin pasukan untuk menyelamatkan Zhao.

Kala itu jumlah pasukan Chu yang dipimpin Xiang Yi jauh dibawah pasukan Qin, sedangkan pasukan para adipati pun meski telah berdatangan membantu, namun mereka gentar terhadap nama besar pasukan Qin, hanya menempatkan pasukannya di kepungan dan luar sama sekali tak berani memprovokasi bertempur.

Pada bulan 12, Xiang Yi memimpin sendiri pasukannya menyeberangi sungai dan ia memerintahkan semua serdadunya untuk menghancurkan semua peralatan masak dan menenggelamkan armada perahu serta setiap orang hanya diperbolehkan membawa makanan kering jatah untuk 3 hari sebagai kebulatan tekad untuk bertempur sampai mati (karena tidak ada jalan mundur lagi).

Tekad "Menghancurkan kuali menenggelamkan perahu" dan semangat tempur tinggi telah berdampak sangat besar. Waktu itu setiap tentara Chu telah berubah menjadi gagah berani, semuanya bertekad "1 lawan 10". Maka di dalam pertempuran kedua belah pihak pasukan, sembilan kali perang sembilan kali menang, dengan jumlah sedikit mengalahkan yang banyak.

Sesudah jenderal Qin, Zhanghan kalah perang, ia mundur ke arah Ji Yuan. Pasukan bantuan dari berbagai negara (red: sewaktu Zaman Qunchiu dan Zhanguo, China terdiri dari sejumlah negara-negara semacam negara federal zaman sekarang yang mengakui Dinasti Zhou sebagai pemerintahan pusat.) begitu menyaksikan pasukan Chu pimpinan Xiang Yu berhasil mengalahkan pasukan Qin semuanya merasa kagum dan berduyun-duyun tunduk atas perintah Xiang Yu.

Pada bulan ke-6 tahun 207 SM, Xiang Yu dan Jenderal Pu masing-masing mengalahkan pasukan Qin di Yushui dan Sanhujin (kini Kabupaten Chi - Provinsi Hebei). Jenderal Qin, Wang Li tertawan, Su Jiao terbunuh, Shi Jian bunuh diri, sedangkan Zhang Han, Sima Xin dan Dong Yi menyerah kepada pasukan Chu, dengan demikian perang Ju Lu dinyatakan tamat.

Hasil perang Ju Lu, di luar perkiraan orang, pasukan kuat dan tersentralisir seperti itu, begitu mudah dikalahkan? Dramatika perkembangan sejarah begitu membuat orang salah tafsir dan tak habis mengerti.

Tatkala pasukan Qin Shihuang menguasai seluruh negeri, suasana kewibawaannya pada saat utusan dari 6 negara menghadap, masih terkesan mendalam di dalam ingatan, namun tak selang berapa lama, sesudah kalah perang di Ju Lu, lonceng berduka Dinasti Qin menuju kematian sudah mulai dibunyikan, seolah layar pentas drama Dinasti Qin belum sepenuhnya terbuka, tata lampu di panggung secara perlahan difungsikan dan panggung terlihat mulai gelap, sedangkan ketika sorot mata para penonton sekali lagi difokuskan, kisah imperium Han di atas panggung sana sudah mulai dipentaskan.

No comments:

Post a Comment